Selasa, 04 Juli 2017

TRICHODERMA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR AKAR PUTIH






TRICHODERMA
UNTUK PENGENDALIAN JAMUR AKAR PUTIH



 
 

Lili Adam Yuliandri*
Dosen tetap Fakultas Pertanian Universitas Majalengka,


Penyakit akar putih (JAP) merupakan penyakit utama pada tanaman karet yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus (Rigidoporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat kedalam, kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf). Penyakit ini dapat mengakibatkan penurunan produksi 20-60% dan menimbulkan kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh negatif pada produksi kebun. Cendawan Trichoderma koningii (T. koningii) bersifat antagonis dengan JAP mampu bertahan lama di alam. Pengendalian JAP menggunakan T. koningii dapat mengembalikan produksi secara normal, tidak mencemari lingkungan, dan murah aplikasinya. Selain itu T. koningii dapat diperbanyak dengan mudah.
Adapun langkah-langkah perbanyakan T. Koningii sebagai berikut :


A.    Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam perbanyakan T. koningii adalah : dedak halus 500 kg, stater atau biang T. koningii + 25 kg, belerang 10 kg, drum 2 buah sebagai tempat mengkukus dedak, tungku besi 2 buah, kayu bakar secukupnya, papan 2 cm, kayu balok 10 batang, plastik hitam dan plastik kaca secukupnya, tali plastik, stapler, cangkul, dan sekop. Biang Trichoderma koningii dapat diperoleh dari Laboratorium Lapangan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. Perbanyakan Trichoderma dilakukan dengan menggunakan media dedak dengan perbandingan 1 : 20. Kemudian ditambahkan belerang (1:50), dimana 1 kg belerang dicampurkan dengan 50 kg hasil campuran dedak dengan Trichoderma.

B.     Cara Kerja
1.      Dedak halus dimasukkan ke dalam karung tepung ukuran 20 kg, kemudian direndam dengan air hingga dedak benar-benar basah sampai ke dalam karung.
2.      Dedak yang telah direndam selanjutnya diangkat, kemudian ditiriskan hingga air tidak menetes lagi dari karung.
3.      Drum pengukus dipanaskan sampai air mendidih, kemudian masukkan dedak yang telah ditiriskan dan tutup, dikukus selama 1 – 2 jam.
4.      Dedak yang telah dikukus diangkat dari dalam drum pengukus, kemudian didinginkan selama 1–2 jam pada kotak yang telah disediakan.
5.      Setelah dedak dingin, campurkan dengan merata belerang halus, dengan perbandingan 1:50 (1 kg belerang : 50 kg dedak halus).
6.      Selanjutnya diinokulasikan biangnya dengan cara menaburkan biang Trichoderma koningii ke dalam kotak yang telah berisi dedak, selapis demi selapis, sehingga merata sampai ke lapisan bawah. Perbandingan biang dengan media dedak 1:20 (1 kg biang : 20 kg dedak).
7.      Semua proses dilakukan secara steril dengan menggunakan alkohol 70%.
8.      Tutup rapat dengan plastik kaca, usahakan ada rongga udara, dan biarkan spora jamur tumbuh sampai 15 hari.
9.      Lakukan pembalikan media pada hari ke 3 dan kelipatannya, supaya pertumbuhan spora merata sampai ke bagian bawah
10.  Bila seluruh bahan media dedak telah ditumbuhi spora hijau, maka siap diaplikasikan ke lapangan atau dimasukkan ke dalam karung.
11.  Simpan bahan/media tersebut pada tempat yang sejuk sehingga tetap efektif jika diaplikasikan ke lapangan.

C.    Aplikasi Di Lapangan
1.     Sebagai tindakan preventif/ pencegahan pengunaan Trichoderma koningii digunakan dengan takaran pada tanaman belum menghasilkan ± 100 gr/pohon atau 25 gr per polibag atau 50 gr per lubang tanam pada saat penanaman.
2.    Untuk pengendalian diaplikasikan pada pohon terserang: di sekeliling pohon yang sakit dibuat parit dangkal lalu ditaburkan jamur tersebut dengan takaran:
3.      TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) 100 gr Trichoderma + 50 gr belerang sirus/pohon.
4.  TM (Tanaman Menghasilkan) 150 gr Trichoderma + 100 gr belerang sirus/pohon. Untuk belerang ditabur terpisah 50 cm dari leher akar.

PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG BERBASIS PENGUATAN MODAL MELALUI PENDAMPINGAN KELOMPOK



PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG BERBASIS PENGUATAN MODAL MELALUI PENDAMPINGAN KELOMPOK





Lili Adam Yuliandri*
Dosen Tetap Fakultas Pertanian, Universitas Majalengka

Pengembangan sub sektor peternakan di Indonesia merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Tujuan sub sektor peternakan adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan gizi masyarakat khususnya protein hewani asal ternak bagi masyarakat, meningkatkan kemampuan berproduksi, meningkatkan pendapatan peternak serta memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.
Seiring meningkatnya permintaan konsumen terhadap kebutuhan daging sapi, pemerintah terpaksa mengimpor daging sapi dikarenakan produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi penduduk Indonesia. Pada tahun 1999 hingga 2001 pasokan daging sapi impor mencapai 22 % dari kebutuhan daging sapi dalam negeri (Ditjen Bina Produksi peternakan, 2002). Bahkan data terbaru menunjukkan angka prosentase impor daging sapi yang dilakukan Indonesia mencapai 35 % dari total kebutuhan atau sekitar 134,75 ribu ton (Dirjen peternakan Departemen Pertanian RI, 2007).
Ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan daging sapi dalam negeri, salah satunya adalah akibat minimnya modal yang dimiliki petani peternak serta minimnya pengetahuan petani peternak sapi potong di Indonesia terhadap manajerial peternakan sapi potong dari mulai pembibitan, permodalan, kelembagaan hingga pemasaran, sehingga peternakan sapi potong yang sebagian besar dikembangkan dengan pola peternakan rakyat (cow-calf operation) menjadi kegiatan usaha yang kurang efektif dan efisien. Disamping itu, kurangnya daya serap petani peternak terhadap IPTEK menjadikan peternak tidak mempunyai inovasi-inovasi untuk menjadikan kegiatan usaha yang efektif dan efisien.
Pemerintah perlu mencanangkan berbagai terobosan melalui beberapa program dalam kebijakan pembangunan pertanian dan peternakan baik dalam bentuk pembinaan maupun Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Sampai dengan saat ini, banyak sekali program – program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang ditujukan untuk mengupayakan peningkatan produksi daging ternak sapi potong dan sekaligus upaya peningkatan produksi pangan melalui kegiatan pemberdayaan petani peternak diantaranya Program DAK, LM3, SMD, PUAP, dll. Namun tak adanya fasilitator sebagai media yang menjembatani antara pemerintah dengan petani peternak menjadikan program – program BLM menjadi tidak tepat sasaran. 
Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta khususnya dari pemerintah kepada petanii peternak, misalnya dengan pembinaan-pembinaan secara langsung kepada peternak dalam bentuk transfer teknologi dan inovasi yaitu berupa penerjunan langsung fasilitator, sehingga nantinya diharapkan pemerintah dan petani peternak mampu menghasilkan sinergisitas dalam menjalankan program – program pemberdayaan masyarakat serta dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga sekaligus membantu pemerintah mensukseskan program swasembada daging 2012.
Tujuan dari program pengembangan ternak sapi potong berbasis penguatan modal melalui pendampingan kelompok ini antara lain:
1.      Membantu pemerintah dalam mensukseskan program – program pemberdayaan masyarakat.
2.      Menjadi jembatan antara pemerintah dengan petani peternak.
3.      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga petani peternak.
4.      Pemberdayaan masyarakat, terutama petani peternak agar dapat mengembangkan usahanya melalui pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan petani peternak maupun wawasan kewiraswastaan.
5.      Penguatan dan pengembangan kelompok petani peternak.
6.      Transfer IPTEK di bidang Pertanian dan Peternakan.
Adapun hasil capaian yang diharapkan sebagai berikut:
1.      Berjalannya program pemerintah dalam pembardayaan masyarakat.
2.      Tercipta keselarasan dalam menjalankan program antara pemerintah dan petani peternak.
3.      Meningkatnya kesejahteraan peternak ditandai dengan meningkatnya pendapatan peternak.
4.   Berkembangnya kelompok tani ternak, baik secara kualitas maupun secara kuantitas dalam bidang peternakan maupun non peternakan.
5.      Penguatan dan pengembangan kelompok petani peternak semakin solid.
6.     Inovasi teknologi tepat guna dalam diadopsi dengan mudah oleh peternak serta terciptanya sebuah sistem usaha budidaya ternak yang diadopsi dan diaplikasikan oleh peternak.
Strategi pelaksanaan program ini yaitu melalui pendampingan, pengelolaan manajerial dan pembukuan Bantuan Langsung Masyarakat melalui penguatan modal kelompok dengan cara membagi sisa hasil usaha kelompok untuk pos – pos alokasi petani peternak, penguatan modal/kas kelompok serta mendorong penerapan sikap wiraswasta kepada petani peternak baik produk pertanian peternakan maupun produk non pertanian peternakan.

Ada beberapa arah pengembangan program diantaranya:
1.      Penguatan kelompok dengan membentuk gabungan kelompok tani (GAPOKTAN)
2.      Koperasi Peternak
3.      Swa-mitra peternakan
Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat sebagai acuan pemerintah dalam memetakan program pembangunan.